- Judul: The Wind of Letter
- Genre: Romance, Slice of Life, Tragedy, Oneshoot
- Author: Ait Nekomata
****
Aku berjalan diantara hamparan pasir putih. Suasana tidak seramai waktu hari libur. Hanya satu atau dua orang yang berada di pantai. Para pedagangpun hampir tak ada yang berjualan.
Terasa keheningan syadu hanya ditemani suara ombak yang bergulung-gulung di pantai. Serasa baru kemarin dirimu duduk di pasir putih ini.
***
"Apa yang kamu inginkan di masa depan?" tanyamu sambil memandang sunset.
Aku melirikmu. Hatiku berdebar keras. Untung sinar senja memerah menyamarkan wajahku yang terasa panas. Hanya satu keinginanku. Tapi...
"Menurutmu apa?" Aku malah balik bertanya.
Kamu menatapku bingung. "Aku serius."
"Tebak Sendiri." Aku berdiri melangkah pergi untuk menenangkan debaran hati.
Kamu menangkap tanganku. "Aku benar-benar serius," ujarmu terlihat kesal. Aku malah menciummu. "Untuk apa ini?" tanyamu makin bingung setelah berciuman.
"Supaya otakmu lebih jernih untuk mencari tahu apa yang kuinginkan," jawabku sambil menjulurkan lidah untuk menutupi perasaanku sebenarnya. "Makan yuk? Aku lapar", ajakku mengalihkan pembicaraan.
Hari itu selalu kusesali karena tidak berani mengatakan apa yang kuinginkan. Kalau waktu itu aku bilang yang kuinginkan di masa depan adalah menjadi istrimu, kata apa yang kamu jawab?
***
Seminggu kemudian kamu memutuskan dengan kejamnya, hanya lewat SMS yang isinya "Kita putus." Hanya satu kalimat? Tahukah kamu membuatku kebingungan dan bertanya-tanya, apa salahku?
Namun kamu tidak mau dihubungiku lagi. Teleponku tidak dijawab. SMS dan Email tidak pernah dibalas. Aku pernah nekad ke rumah tetapi kamu tidak menemuiku sama sekali.
***
Terasa keheningan syadu hanya ditemani suara ombak yang bergulung-gulung di pantai. Serasa baru kemarin dirimu duduk di pasir putih ini.
***
"Apa yang kamu inginkan di masa depan?" tanyamu sambil memandang sunset.
Aku melirikmu. Hatiku berdebar keras. Untung sinar senja memerah menyamarkan wajahku yang terasa panas. Hanya satu keinginanku. Tapi...
"Menurutmu apa?" Aku malah balik bertanya.
Kamu menatapku bingung. "Aku serius."
"Tebak Sendiri." Aku berdiri melangkah pergi untuk menenangkan debaran hati.
Kamu menangkap tanganku. "Aku benar-benar serius," ujarmu terlihat kesal. Aku malah menciummu. "Untuk apa ini?" tanyamu makin bingung setelah berciuman.
"Supaya otakmu lebih jernih untuk mencari tahu apa yang kuinginkan," jawabku sambil menjulurkan lidah untuk menutupi perasaanku sebenarnya. "Makan yuk? Aku lapar", ajakku mengalihkan pembicaraan.
Hari itu selalu kusesali karena tidak berani mengatakan apa yang kuinginkan. Kalau waktu itu aku bilang yang kuinginkan di masa depan adalah menjadi istrimu, kata apa yang kamu jawab?
***
Seminggu kemudian kamu memutuskan dengan kejamnya, hanya lewat SMS yang isinya "Kita putus." Hanya satu kalimat? Tahukah kamu membuatku kebingungan dan bertanya-tanya, apa salahku?
Namun kamu tidak mau dihubungiku lagi. Teleponku tidak dijawab. SMS dan Email tidak pernah dibalas. Aku pernah nekad ke rumah tetapi kamu tidak menemuiku sama sekali.
***
Apa kamu mengetahui betapa terluka hatiku? Sehingga rasanya ingin mati! Rasa amarah sakit hati dan kecewa bercampur aduk menyiksaku. Tetapi tahukah yang paling menyiksaku? Rasa rinduku padamu.
Teman-temanku berusaha menghiburku. Mereka membawaku ke temapat-tempat dimana aku tidak akan mengingatmu lagi.
***
Waktupun berlalu. Dengan bertatih-tatih, aku berusaha menjalani hidup tanpamu. Hidup dengan setengah hati. Berharap waktu akan menyembuh luka hati yang bernanah ini.
***
Teman-temanku berusaha menghiburku. Mereka membawaku ke temapat-tempat dimana aku tidak akan mengingatmu lagi.
***
Waktupun berlalu. Dengan bertatih-tatih, aku berusaha menjalani hidup tanpamu. Hidup dengan setengah hati. Berharap waktu akan menyembuh luka hati yang bernanah ini.
***
Tiga bulan setelah kamu memutuskanku, adikmu mendatangiku. Memohon-mohon agar aku menemuimu lagi. Wajahnya yang berurai mata membuatku tidak tega menolaknya.
***
***
Apa kamu melihat kedatanganku waktu itu? Aku begitu shock melihatmu berada di ruangan ICU sebuah rumah sakit. Terbaring pucat dengan selang oksigen di hidungmu. Mulutmu bergerak-gerak. Memangil-mangil namaku dengan suara lirih.
"KENAPA?!?" Teriakku histeris. "BANGUN TOMMY!!" Aku berusaha menguncang-guncangkan tubuhmu tetapi dihalangi oleh adikmu.
Bibirmu membentuk seulas senyum bersamaan suara alarm pendeteksi jantung berbunyi. Para perawat berdatangan untuk menghidupkanmu lagi
Semua bergerak cepat tetapi bagiku seperti slow motion. Serta terasa tidak nyata. Apalagi ketika mereka menutup wajahmu dengan kain, semua menjadi gelap.
***
"KENAPA?!?" Teriakku histeris. "BANGUN TOMMY!!" Aku berusaha menguncang-guncangkan tubuhmu tetapi dihalangi oleh adikmu.
Bibirmu membentuk seulas senyum bersamaan suara alarm pendeteksi jantung berbunyi. Para perawat berdatangan untuk menghidupkanmu lagi
Semua bergerak cepat tetapi bagiku seperti slow motion. Serta terasa tidak nyata. Apalagi ketika mereka menutup wajahmu dengan kain, semua menjadi gelap.
***
Kamu terkena kanker Pankreas stadium akhir, adikmu menjelaskan penyebab kematianmu. Kanker jenis ini sering tidak memperlihatkan gejalanya sampai tingkat stadium akhir sehingga kamu awalnya tidak mengetahuinya. Itukah sebabnya kamu memutuskan aku?
Dasar bodoh! Kenapa kamu tidak membiarkanku di sisimu selama sisa hidupmu? Bukankah kamu merindukanku sampai saat terakhir kamu selalu memangil-mangil namaku? Apa kamu tidak memikirkan penyesalanku ini?
Apa kamu tahu setelah kepergianmu, aku pindah ke kota lain dan tidak pernah sekalipun kembali selama tujuh tahun ini? Tidak sanggup untuk tinggal di kota ini tanpa kehadiranmu.
***
Dasar bodoh! Kenapa kamu tidak membiarkanku di sisimu selama sisa hidupmu? Bukankah kamu merindukanku sampai saat terakhir kamu selalu memangil-mangil namaku? Apa kamu tidak memikirkan penyesalanku ini?
Apa kamu tahu setelah kepergianmu, aku pindah ke kota lain dan tidak pernah sekalipun kembali selama tujuh tahun ini? Tidak sanggup untuk tinggal di kota ini tanpa kehadiranmu.
***
Sekarang aku kembali ke kota kita untuk mengabarimu bahwa ada seorang pria baik hati yang bersedia menerimaku yang masih menyimpan dirimu di sudut hatiku. Cintaku kepadamu takkan hilang tetapi aku masih hidup. Life must go on